Tuesday
Tahun
2009, dalam suatu kelompok sel kami di Lippo Village, tidak ada orang yang bisa
bermain musik dengan baik, kecuali satu orang yang bisa memainkan keyboard.
Masalahnya keyboard tersebut harus memakai listrik. Jika listrik padam, anggota
kelompok sel cukup puas dengan tepuk tangan. Sebelumnya ketika SMP tahun 80-an saya
pernah belajar gitar otodidak. Tapi tidak terstruktur. Hanya buat diri sendiri.
Dan tidak pernah melayani dalam kelompok sel. Itupun bergitar dengan perasaan tidak
peka, hanya bisa main di kunci tertentu dan harus melihat teks lagu yang ada chord gitarnya. Begitu penyanyi yang
diiringi nada suaranya pindah ke kunci lain, saya sudah kebingungan.
Penyanyinya terpaksa menunggu saya mencari kunci yang tepat (seringkali tidak
ketemu). Itu sangat meresahkan bagi penyanyi dan sungguh memalukan bagi saya.
Karena takut dipermalukan, saya tidak memberitahu Ketua kelompok sel bahwa saya
pernah belajar gitar otodidak. Oleh sebab itu, didorong kebutuhan, beliau mengundang
pemain gitar dari tempat lain supaya bisa mengiringi dalam pujian dan
penyembahan. Minggu berikutnya pemain gitar itu ada pelayanan di tempat lain,
kembali tepuk tangan dikumandangkan.
Suatu
hari putera saya Kevin ingin kursus gitar akustik. Ada tugas dan latihan gitar
yang harus juga di-follow-up oleh
saya sebagai orangtuanya. Guru musik Kevin, Pak Victor meminta saya masuk ke
ruang kelas untuk mengikuti setiap sesi juga. Sehingga saya bisa ikut memonitor
latihan Kevin di rumah. Otomatis saya belajar gitar dari awal. Ikut berlatih di
rumah bersama Kevin. Lebih terstruktur karena ada guidline dari Pak Victor.
Suatu sore,
ketika sedang mandi dan bershampoo, ada pikiran melintas mendorong saya untuk mengajar
gitar kepada para teman-teman
di kelompok sel sehingga semua bisa melayani melalui gitar. Saya agak takut.
Apakah saya pantas? Saya baru belajar beberapa sesi dasar gitar, mana mungkin sudah
harus mengajar yang lain? Tidak ada ijazah musik. Bahkan kursus musik secara
resmi belum pernah saya ikuti, kecuali mendompleng mengawasi Putera saya latihan. Apakah ide gila ini suara Tuhan
atau suara setan yang ingin mempermalukan saya?
Saya
mendiamkan ide tersebut beberapa hari. Tapi dorongan untuk berbagi ilmu gitar
yang sangat sedikit dan sangat mendasar itu semakin kuat. Ketika saya ceritakan
kepada isteri, pertama kali mendengar, dia tertawa mengakak (isteri saya memang suka melucu dan tertawa,
itulah sebabnya saya menikahinya. J) Saat
itu saya merasa malu dan agak terhina. Tapi syukur dia kemudian bertobat. J Akhirnya bersama isteri kami berdoa meminta apakah Tuhan benar-benar ingin saya
melayani di bidang musik bagi pemula (newbie).
Walaupun belum tahu cara detailnya seperti apa. (Sekarang saya baru sadar,
itulah panggilan Tuhan. Tuhan memanggil saya (yang saat itu sangat
sedikit ilmu gitarnya), karena banyak orang yang pintar main gitar dan bisa
mengajar tapi tidak mau/tidak terpanggil mengajar orang-orang itu; yang seperti
domba tanpa gembala).
Waktu
mengikuti pertemuan kelompok sel berikutnya (sekali lagi dengan iringan musik
tepuk tangan), sehabis pertemuan saya memberanikan diri berbicara kepada ketua
kelompok. Usulan gila dan nekad itu diterima dengan sukacita. Sekarang bola
tanggungjawab sudah berada di tangan saya. Nasehat Rasul Yakobus dalam Surat Yakobus 4:17: Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus
berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa; menjadi pegangan
bagi saya dan saya anjurkan kepada seluruh peserta G4C. Yang lain adalah prinsip
7P dari klub Toastmaster selalu
memberi semangat kepada saya (berikutnya kepada seluruh peserta G4C). Proper preparation and proper practice
prevent poor performance. Dengan banyak persiapan hati (melawan rasa pingin
mundur dan melarikan diri. Ada rasa takut, bagaimana kalau Sidney Mohede atau
Jubing Kristianto melihat saya bermain gitar dengan cara yang sangat sederhana
dan berani mengajar?). Banyak berdoa (sungguh
banyak. Oh Tuhan… tolong saya…). Banyak memelototi video gitar di YouTube. Banyak membaca buku gitar lain. Kurang tidur. Dilanjutkan membuat
buku manual sederhana. Akhirnya, pada bulan Juli 2009, mulailah pelayanan Guitar For Christ (G4C) yang pertama di kelompok sel Lippo Village.
Atas
anugerah Allah dan dukungan penuh dari keluarga dan ketua
kelompok sel, dalam waktu 2 bulan, sudah ada 7 gitaris di kelompok sel kami.
Bulan berikutnya kelompok G4C yang kedua dimulai di kelompok sel lain. Kemudian
pimpinan gereja minta diadakan di gereja Christ Cathedral di Gading Serpong.
Kemudian cabang gereja di Jakarta meminta G4C diadakan. Bahkan di Gereja
Basilea, Menteng, Jakarta Pusat, G4C disana menerima sumbangan 10 buah gitar
Yamaha C390 lengkap dengan sarungnya. Kemudian gereja lain meminta G4C diadakan
juga. Sampai sekarang, sudah 234 orang yang sudah mengikuti pelatihan G4C. Puji Tuhan !
Tidak
ada maksud meninggikan diri dalam kesaksian di atas. Semua untuk kemuliaan
Allah.
Maksud
kesaksian di atas adalah: melakukan hal-hal kecil dengan sebaik mungkin (excellent) merupakan
dasar untuk melakukan hal-hal yang lebih besar. Jika sungguh taat kepada Allah Bapa, Andapun dan
siapapun bisa melakukannya. Ketika saya mengajarkan prinsip gitar yang sangat sedikit
dengan hati yang rela kepada orang yang tepat sesuai tuntunan Roh Kudus,
Tuhan menambahkan kapasitas saya. Bulan Mei 2010 lagu “Buah Roh” bisa tercipta
ketika saya (sekali lagi) sedang mandi dan bershampoo. Anda bisa melihat dan mendengar
lagu ini pada link berikut:
Kejadian
ini membuat saya semakin yakin bahwa Tuhan Yesus itu sungguh hidup dan berkuasa bagi setiap
orang yang sungguh- percaya, taat dan mengasihi Dia (Yoh. 14:21; 1Kor. 2:9). Sungguh
benar perkataan Yesus Kristus:
Berilah
dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang
dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang
kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38)
Pernyataan
di atas dikonfirmasi lagi oleh Rasul Paulus:
Dalam
segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja
demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat
perkataan Tuhan Yesus,
sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada
menerima." (Kisah Para Rasul 20:35)
Memberi
apa yang kita miliki dengan tulus kepada orang yang tepat, pada waktu yang
tepat akan memperbesar kapasitas kita untuk menerima. Kemudian, kita kembali
memberi dengan apa yang sudah kita terima dari Allah Bapa. Begitu seterusnya.
Itulah proses lingkaran kasih sejati yang mengutamakan orang
lain. Diberkati untuk memberkati. Kita mau memberi karena Yesus Kristus sudah memberikan contoh kepada kita dengan
memberikan yang terbaik apa yang Ia miliki; nyawa-Nya sendiri (Mrk. 10:45).
Jika kita diberi kesempatan melayani, itulah anugerah dari Bapa di
sorga (Yak. 1:17).
Bukan karena kita kaya, kita kuat, kita pintar, kita gagah, kita cantik dan
ganteng, atau kita layak, tapi karena kita sudah ditebus oleh darah-Nya yang
mahal (1Kor. 6:20; 7:23). Kita adalah orang yang berhutang (Rm. 8:12). Oleh
sebab itu, kita layak taat kepada Allah bukan kepada manusia; apalagi manusia
daging kita sendiri.
Talenta
yang baru ditambahkan ketika kita ketika taat kepada hal-hal kecil yang sudah
dipercayakan Allah kepada kita. Allah Bapa tahu kapan waktu yang paling tepat untuk
membangkitkan seorang Putera dan menjadi seorang Bapa. Momentum (kairos) itu akan tiba. Sesuai kehendak
dan waktu Bapa kita di sorga, jika hati kita sungguh-sungguh taat melayani
untuk kemuliaan nama-Nya. Pada waktunya, Allah Bapa akan memanggil kita. Saya
berharap Allah Bapa akan berkata:
Maka
kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik
dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu
tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam
kebahagiaan tuanmu. (Matius 25:21,23)
Itulah
pujian terindah dari pencipta kita.
Amin.