Monday
Akhir
tahun 2002, saya meeting urusan pelayanan dengan orang yang sangat sibuk.
Beliau adalah Mr. X. Saking sibuknya, meeting itu sendiri baru mulai pukul 9 malam. Dalam meeting itu, Mr. X sempat menerima
telepon dari anak lelakinya yang sedang ikut program penyesuaian kuliah di
Amerika. Selesai berbicara singkat dengan putranya, Mr. X berkata: “Waktu dia masih kecil saya hampir tidak
punya waktu bermain dengannya karena sibuk mengejar karir. Setelah belasan
tahun, karir saya mantap dan bisa mendelegasikan tugas-tugas, dia sudah pergi
kuliah ke Amerika. Saya kehilangan sentuhan masa anak-anak dan masa remaja
putra saya. Lupa seperti apa wajahnya ketika masih anak-anak dan remaja.”
Kalimat
itu membuat saya tercekat. Putra saya sendiri masih berumur 4 tahun saat itu.
Sedang lucu-lucunya dan sangat aktif bertanya tentang segala sesuatu. Mulai
saat itu, saya berkomitmen ingin melihat dan mengikuti perkembangan putra saya
dari anak-anak sampai dewasa. Itulah masa sentuhan emas. Tidak bisa digantikan
dengan uang dan apapun. Waktu yang sudah berjalan tidak bisa kembali.
Saya
tidak berkata kepada para Ibu; karena secara naluriah seorang Ibu yang baik
pasti akan mencurahkan waktu dan perhatian kepada anak-anaknya. Perjuangan dan
rasa sakit ketika melahirkan otomatis membuat ikatan batin yang kuat antara Ibu
dan anaknya. Bahkan seorang Ibu yang peka bisa merasakan sesuatu yang terjadi
pada anaknya walaupun lokasi mereka berjauhan.
Karena
itu wahai para Bapa, jika saat ini ada yang jauh dari anakmu, segeralah
kembali. Luangkan waktu yang singkat itu untuk berkomunikasi dengan
anak-anakmu. Mereka lebih membutuhkan perhatian, waktu, kehadiran dan interaksi
denganmu dibandingkan uangmu. Banyak masalah kriminalitas, narkoba, seks bebas,
homoseksualitas dan lesbian, bisa dicegah di masa depan dengan hubungan yang
baik antara anak-anak dan Bapanya.
Segala sesuatu yang baik dalam masyarakat dimulai dari
organisasi terkecil: keluarga. ~ Stephanus Tedy Rozali