Apa yang membedakan seorang pemimpin yang baik dan pemimpin yang hebat? Bukan pada IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual, tapi pada EQ (Emotional Intelligence / Quotient) = kecerdasan emosional. Konsep kecerdasan emosional dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya yang menjadi best seller: Emotional Intelligence. Konsep ini disempurnakan oleh Travis Bradberry dan Jean Greaves dalam buku: Emotional Intelligence 2.0.
Ada lima keahlian sehingga seorang pemimpin yang baik memungkinkan dirinya menjadi pemimpin yang hebat. Jika seorang pemimpin terus-menerus menempa dirinya; dan dalam prosesnya bertransformasi menjadi pemimpin yang hebat, maka ia akan memberikan dampak yang jauh lebih besar kepada tim yang dipimpin dan organisasi dimana ia berkarya. Kinerja pemimpin hebat dan para orang yang dipimpin akan meningkat secara signifikan.
Menurut penelitian Daniel Goleman, ketika seorang manajer senior dan tim yang dipimpinnya dalam suatu perusahaan memiliki sebagian besar kemampuan kecerdasan emosional, maka divisi yang dipimpinnya akan melampaui target finansial tahunan sebanyak 20%.
Kelima keahlian kecerdasan emosional dalam kepemimpinan itu adalah:
- Kesadaran diri (Self-awareness): Mengetahui kekuatan diri, kelemahan, gairah dalam diri (passion), nilai-nilai yang diyakini, dan dampaknya kepada orang lain.
- Mengatur diri (Self-regulation): kemampuan untuk mengontrol atau mengarahkan suasana atau dorongan hati yang mengganggu.
- Motivasi: kemampuan untuk mencapai berbagai prestasi demi kepentingan pencapaian prestasi itu sendiri.
- Empati: kemampuan untuk memahami kebutuhan emosional orang lain.
- Keterampilan sosial (Social skill): Kemampuan untuk membangun hubungan dengan orang lain dan menggerakkan mereka ke arah yang diinginkan.
Kita semua dilahirkan dengan kelima jenis keahlian di atas. Tapi tergantung dengan perkembangan yang dialami menuju kedewasaan, setiap orang memiliki tahap kedewasaan kecerdasan yang berbeda-beda.
Tapi ada kabar baik, kita dapat memperkuat keahlian ini melalui ketekunan, praktek, dan umpan balik dari kolega atau coach.
Nah, sekarang bagaimana cara mempraktikkan kelima jenis kecerdasan emosional di atas dalam perusahaan, gereja, yayasan dan organisasi yang Anda pimpin?
Sumber gambar: http://blog.frankdamazio.com/wp-content/uploads/2011/09/Slide1-300x225.jpg