Oleh: Stephanus Tedy R.
All About Family Business
(PERUSAHAAN KELUARGA)
(Bagian #1)
Anda pasti mengenal dan saat ini mungkin memakai gadget
Samsung atau sepatu Bata. Belanja di Walmart. Membeli atau mengganti spare part
komputer merk Foxconn. Mengagumi atau mungkin memakai tas Hermes. Naik mobil
Hyundai, Ford, Toyota, Volkswagen atau BMW. Walaupun berbeda merk dan jenis produknya,
tapi perusahaan yang memiliki merk ini memiliki kesamaan mendasar. Apa yang
menjadi kesamaan perusahaan ini? Semuanya adalah perusahaan yang dibangun, dimiliki
dan dipimpin oleh keluarga.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Center for Family Business University of St. Gallen and EY, telah ditetapkan standar bahwa suatu perusahaan swasta (PT) diklasifikasikan sebagai perusahaan keluarga apabila keluarga tersebut menguasai lebih dari 50% hak pemungutan suara. Untuk perusahaan publik (Tbk), diklasifikasikan sebagai perusahaan keluarga jika pihak keluarga memegang setidaknya 32% hak suara. Jika perusahaan Tbk tersebut memiliki penjualan lebih dari 1 milyar dollar, perusahaan dikategorikan perusahaan keluarga jika 30% saham dikuasai oleh keluarga.
Perusahaan keluarga (PT Non Tbk) berbeda dengan perusahaan non-keluarga/perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki masyarakat umum (PT Tbk). Perusahaan keluarga lebih menekankan survival daripada memuaskan keinginan investor akan profit jangka pendek; dimana profit dan nilai per lembar saham sangat ditekankan oleh perusahaan non-keluarga.
Lebih detail perbedaan dikontraskan
dalam tabel berikut:
Perusahaan Keluarga
|
Perusahaan Non-Keluarga
|
Tujuan utama kelangsungan hidup perusahaan
|
Tujuan Utama memaksimumkan nilai saham jangka pendek
|
Mengupayakan mempertahankan aset dan reputasi
keluarga pemilik
|
Bertujuan memenuhi harapan investor yang diwakili oleh Dewan Komisaris
dan Dewan Direksi
|
Dasar kepercayaan prioritas utama adalah melindungi dan menjaga risiko
tetap rendah.
|
Dasar kepercayaan: risiko tinggi menjanjikan tingkat pengembalian
yang tinggi
|
Strategi berorientasi kepada adaptasi
|
Strategi beorientasi kepada pertumbuhan yang konstan
|
Manajemen berfokus kepada peningkatan dasar yang berkelanjutan
|
Manajemen fokus kepada inovasi
|
Stakeholder yang terpenting adalah pelanggan dan karyawan
|
Stakeholder yang terpenting adalah pemegang saham dan manajemen
|
Bisnis dipandang sebagai lembaga sosial
|
Bisnis dipandang sebagai aset yang sewaktu-waktu bisa ditutup atau
dijual.
|
Kepemimpinan adalah penatalayan
|
Kepemimpinan adalah karisma pribadi
|
Apakah perusahaan keluarga lebih baik dibandingkan
perusahaan non-keluarga? Belum tentu. Banyak faktor yang menentukan. Misalnya
strategi, budaya, cara memanajemen, Pergantian kepemimpinan/rencana suksesi,
hubungan dan kepemilikan. Hampir sekitar 90% bisnis di Indonesia dan di seluruh
dunia dimiliki oleh keluarga.
Pada awal perusahaan keluarga berdiri, pola manajemen tidak terlalu rumit.
Semua berjuang supaya perusahaan tetap hidup. Ada nilai-nilai kerohanian dan filosofis
yang dipatuhi dan selanjutnya diwariskan oleh pendiri dan diteruskan kepada
penggantinya.
Persoalan mulai muncul ketika perusahaan keluarga mulai
bertumbuh. Yang tadinya hanya bergantung kepada anggota keluarga menjadi
bergantung kepada karyawan dan para manajer profesional. Disinilah terjadi
benturan budaya dan konflik. Pihak keluarga lebih menekankan kepentingan
keluarga dan di sisi lain ada kepentingan bisnis yang menuntut pihak keluarga
bersikap dan bertindak profesional.
Pihak keluarga seringkali menyodorkan anggota keluarga favorit untuk menjadi Presiden Direktur atau CEO pengganti jika pendiri perusahaan yang menjadi pimpinan saat ini pensiun atau meninggal. Padahal anggota keluarga yang difavoritkan tersebut belum siap secara skill dan mental atau memiliki kemampuan kepemimpinan dan manajemen yang jauh lebih rendah di bandingkan karyawan senior lain yang sebenarnya memenui syarat tapi bukan anggota keluarga. Keputusan memaksakan anggota keluarga ini seringkali menimbulkan konflik dengan prinsip-prinsip profesionalisme dan good corporate governance.
Di sisi lain pihak keluarga mendirikan perusahaan supaya ada jaminan pensiun dan memenuhi kebutuhan hidup tapi kepentingan bisnis berupaya agar menghemat biaya dan tetap efisien supaya lebih kompetitif.
Dapat terjadi perbedaan kepentingan antar anggota keluarga. Misalnya satu anggota ingin membesarkan perusahaan dan kemudian menjualnya dengan harga setinggi mungkin sehingga mendapat keuntungan maksimal. Tapi anggota keluarga lain yang juga menjadi manajer pengelola menghendaki perusahaan tetap tidak dijual karena pekerjaan di perusahaan mencerminkan karirnya atau ingin anaknya juga bekerja di perusahaan menggantikan ybs ketika pensiun.